Rokok elektrik, vape, atau vaporizer elektrik - kita semua pasti sudah familiar dengan alat mengkilap portable yang sering dibawa oleh anak muda meskipun sudah dilarang di Singapura sebagai bagian dari larangan terhadap produk imitasi tembakau. Pod vape tersedia dalam berbagai rasa manis yang dapat membuat siapa pun kecanduan, dan meskipun awalnya dirancang sebagai alternatif rokok yang lebih sehat, vape tetap dapat merusak kesehatan paru-paru.
Di Singapura, penggunaan vape telah meningkat dikarenakan kemudahan untuk membeli dan "faktor keren" yang menyertai produk ini.
Pada tanggal 13 Oktober 2021, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) untuk pertama kalinya mengizinkan konsumsi rokok elektrik rasa tembakau, dikarenakan manfaat dari rokok elektrik bagi perokok dewasa yang mencoba berhenti merokok lebih besar daripada risiko kecanduan pada pengguna baru.
Artikel ini akan membahas semua hal yang perlu diketahui tentang rokok elektrik dan mendapatkan wawasan berharga dari Dr. Aneez, Konsultan Dokter Bedah Senior dan Direktur Medis di International Centre for Thoracic Surgery (ICTS), Singapura.
FDA menyatakan bahwa data manufaktur menunjukkan bagaimana produk rokok elektrik rasa tembakau bermanfaat bagi perokok dewasa yang beralih dari rokok konvensional ke produk mereka, sehingga mengurangi paparan bahan kimia berbahaya. Dengan kata lain, FDA sepakat dengan data manufaktur bahwa beberapa produk rokok elektrik yang saat ini diproduksi bisa menjadi alternatif yang lebih baik daripada rokok konvensional.
Walaupun begitu, hanya produk rasa tembakau yang diizinkan untuk diproduksi, sementara rasa manis yang lebih populer di kalangan anak muda tetap dilarang untuk dijual. Hal ini karena data menunjukkan bahwa kebanyakan anak remaja dan dewasa muda yang mengonsumsi rokok elektrik biasanya memulai dari rasa buah-buahan, permen, atau mint, alih-alih rasa tembakau. Kebanyakan pengguna baru tertarik pada rasa manis ini dan karena itu FDA menganggap mereka memiliki risiko yang lebih tinggi untuk menjadi pecandu.
Faktanya vaping tetaplah tidak aman dan risiko terkena berbagai penyakit paru-paru yang diakibatkan oleh vaping terbilang cukup tinggi. Bahkan, studi menunjukkan bahwa vaping sama bahayanya dengan rokok dan juga dapat memicu kanker.
American Lung Association (Asosiasi Paru-Paru Amerika Serikat) menyatakan kekecewaan yang mendalam atas keputusan FDA karena produk yang mereka izinkan beredar tersebut mengandung nikotin yang bersifat adiktif dan berbahaya bagi perkembangan otak.
Sebagai tambahan, Dr. Aneez berkomentar bahwa meskipun tanpa nikotin, menghirup uap dari vape tetap saja dapat merusak paru-paru. Beliau pernah merawat beberapa pasien yang mengalami mengi kronis, gejala dari iritasi sistem pernapasan, dengan gejala yang menunjukkan bronkitis kronis, mirip dengan asma. "Uap itu melewati saluran udara hangat yang mengandung partikel udara," jelas ahli bedah toraks tersebut.
Selain itu, bahan-bahan dalam cairan vape tidak diregulasi sehingga bisa saja mengandung zat berbahaya, seperti formaldehida, akrolein, dan diasetil, yang merusak paru-paru.
Profesional medis lainnya juga memiliki pendapat serupa, terutama karena potensi efek bahayanya pada remaja, mengingat semakin banyaknya anak muda, termasuk anak-anak, yang mengonsumsi rokok elektrik.
Bukti tentang manfaat rokok elektrik dalam membantu perokok aktif berhenti merokok masih bersifat teoritis dan tanpa bukti definitif. Baik American Lung Association maupun American Thoracic Society menyatakan bahwa bukti teori tersebut masih belum meyakinkan. Selain itu, WHO juga tidak mengakui rokok elektrik sebagai alat bantu yang sah untuk menghentikan kebiasaan merokok.
Kementerian Kesehatan Singapura (MOH) sependapat dan menyatakan dengan terbuka untuk meninjau bukti baru tentang keamanan dan keefektifan vaping dalam membantu menghentikan kebiasaan merokok. Akan tetapi, pada saat ini, terdapat lebih banyak bukti yang menunjukkan bahaya dari rokok elektrik.
Liquid (cairan) dari rokok elektrik mengandung nikotin, aerosol, dan berbagai senyawa kimia lain yang berbahaya bagi tubuh. Nikotin adalah zat yang sangat adiktif dan terbukti bahwa konsumsi rokok elektrik berpotensi menjadi efek pintu gerbang ke arah konsumsi rokok konvensional dan obat-obatan terlarang lainnya. Semua penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat, Inggris, Kanada, dan Polandia menunjukkan hasil serupa, di mana mereka yang mengonsumsi vape lebih mungkin menjadi perokok aktif dibandingkan mereka yang tidak mengonsumsinya.
Namun, seperti yang disebutkan sebelumnya, nikotin hanyalah puncak gunung es. Senyawa kimia yang terkandung di dalam rokok elektrik dikaitkan dengan berbagai penyakit paru-paru termasuk paru-paru kolaps dan bronkitis kronis. Ini tidak hanya dialami oleh pemakai, tetapi juga mereka yang menghirup uapnya. Dr. Aneez juga pernah mengoperasi pasien perokok elektrik yang menderita pneumotoraks.
“Salah satu senyawa kimia beracun yang terkandung dalam rokok elektrik adalah benzena, yang dapat memicu terjadinya kanker di seluruh organ tubuh dan bukan hanya paru-paru. Senyawa lain yang dipakai adalah formaldehida, senyawa kimia yang sangat beracun yang digunakan untuk membalsem jenazah,” ujar Dr. Aneez.
Di Singapura, produk terapeutik diatur oleh Health Sciences Authority (HSA) dan sampai saat ini, belum ada pengajuan untuk mendaftarkan rokok elektrik sebagai alat bantu untuk menghentikan kebiasaan merokok.
Meski begitu, kekhawatiran tetap tinggi karena, secara praktik, hampir mustahil untuk membatasi penjualan rokok elektrik hanya pada perokok aktif. Risiko yang dibawa rokok elektrik dalam menarik pengguna baru, terutama anak remaja dan dewasa muda, akan terus menjadi pertimbangan utama. Untuk saat ini, penelitian lebih lanjut masih perlu dilakukan untuk mempelajari efek jangka pendek dan jangka panjang dari rokok elektrik. Nantinya kita akan melihat bagaimana HSA mengevaluasi manfaat rokok elektrik sebagai alat bantu berhenti merokok dibandingkan dengan risiko yang dibawa terhadap kesehatan masyarakat secara umum.
Vape memang mengandung campuran senyawa kimia berbahaya yang dapat memicu kanker, hanya saja kita belum mengetahui sepenuhnya risiko jangka panjangnya terhadap kanker dan efek kesehatan lainnya. Namun yang pasti, vaping akan merusak paru-paru kita akibat senyawa kimia yang kita hirup. Selain itu, rasa dan aroma dari vape dapat menyebabkan iritasi trakea serta inflamasi pada paru-paru dan kerongkongan.
Dari sudut pandang dokter bedah toraks, Dr. Aneez percaya bahwa kita harus menghindari rokok dan vape untuk mencegah kerusakan paru-paru dan hanya karena sesuatu dianggap lebih baik dari yang lain, bukan berarti hal itu baik untuk kesehatan kita.
Referensi: